Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Erik Hidayat menyatakan keprihatinannya terkait rencana pemberlakuan PPN 12% pada tahun 2025. Menurutnya, kebijakan ini berpotensi menjadi beban tambahan bagi dunia usaha, khususnya bagi UMKM, yang dapat menurunkan daya saing produk lokal di pasar. Selain itu, kenaikan PPN ini diperkirakan akan melemahkan daya beli masyarakat, menekan omzet dan profitabilitas usaha, serta mendorong inflasi yang semakin membebani ekonomi.
Prediksi ke depan, kebijakan ini dapat memicu pelemahan daya beli masyarakat, meningkatkan tekanan terhadap UMKM, hingga mendorong sebagian pelaku usaha beralih ke ekonomi informal untuk menghindari beban pajak yang dirasa memberatkan. Di sisi lain, pengusaha akan dipaksa beradaptasi dengan situasi yang sulit ini. Jadi ‘Kalo ppn 12 % harga akan tinggi. Produk lokal yg mau taat jadi mahal, kalah sama import ilegal yg bisa jauh lebih murah, Sehingga hilirisasi produk jadi stagnan. Industri manufaktur jadi sepi peminat”
HIPPI merekomendasikan agar pemerintah menunda penerapan PPN 12% bahkan harus di turunkan demi rakyat kebanyakan dan memberikan dukungan nyata bagi UMKM. Kebijakan fiskal juga diharapkan lebih berkeadilan, terutama dengan fokus pada keberpihakan terhadap rakyat, seperti membatasi penerapan kenaikan pajak hanya untuk barang-barang mewah.
“Peningkatan PPN ini harus berpihak kepada rakyat! Kami berharap kebijakan fiskal yang diambil mampu menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan keberlanjutan dunia usaha, demi kesejahteraan masyarakat serta keberlangsungan ekonomi bangsa,” tegas Ketua HIPPI.